Sabtu, 30 Mei 2015

Never Grow Up and Stay Anarchy

      Naskah ini khusus kutulis untuk adik fiktifku, Alif Erlayas Ginting, karena hari ini tercatat sebagai tanggal kelahiranmu dua puluh satu tahun yang lalu. Sebenarnya aku takterlalu suka mengucapkan kata-kata selamat ulang tahun. Seperti yang kautahu, aku memang bukan orang yang berdiri teguh di atas imannya. Imanku ibarat sebuah kapal yang dihempas badai di tengah samudra, diombang-ambing pertanyaan, di bawah sambar-menyambarnya rasa ragu, alias dingin dan goyang. Tapi lif, meskipun kadar keimananku cuma segitu, aku 100% percaya kalau waktu adalah penggembala manusia yang menggiring kita agar tetap berada di jalan yang benar menuju maut. Sudah terlalu banyak bukti di dunia ini. Membuktikan kalau waktu memang begitu. Dan memperingati hari lahir justru selalu mengingatkanku tentang fakta mengenai waktu yang satu ini. Ya, sebagai penganti ucapan selamat ulang tahun, urang cuma bisa bilang never grow up and stay anarchy weh      nyunda dikit biar gaul, hahaha.
      Sebagai anak tertua di keluarga fiktif kita, ingin kusambung naskah ini dengan sedikit pesan-pesan yang boleh kauingat atau kaubantah bahkan kau boleh berhenti membaca ini, di sini asal kau senang. Aku senang menulis naskah ini meskipun mungkin tidak kaubaca sampai habis, karena aku menulis memang untuk senang-senang saja. Dan saat keadaan sama-sama senang tercipta, bukankah artinya kita sudah mencapai cita-cita anarki. Bukankah begitu rumus anarki kita?
      Yak, mari berhenti bicara anarki. Kita sambung ke pesan yang mau kusampaikan tadi.
      Lif, kau adalah anak yang beruntung. Walau tak sering bertemu tapi setiap kali kulihat ibu-bapak kandungmu      bukan ibu-bapak palsu kita      selalu memperlakukanmu dengan penuh kasih sayang. Jadi jagalah gema doa-doa mereka untukmu yang mengaum diakhirat sana. Capai cita-citamu!
      Aku ingat, kau pernah bilang kau tak benar-benar tahu apa cita-citamu     sebenarnya menurutku itu bagus      tapi Immanuel Kant bilang bahwa setiap orang punya tanggungjawab moral berdasarkan posisinya di masyarakat. Dan tanggung jawab moral kita sebagai seorang anak adalah mencapai apa yang kita cita-citakan untuk menyenangkan hati orang tua. Yak makanya, targetmu dalam waktu dekat ini adalah menentukan apa cita-citamu. Lalu memantapkan hati untuk mencapainya. Ini penting! Ingat kau sudah dua puluh satu tahun. Kalau kau masih bingung juga, aku ada saran, jadi abri sepertinya cocok juga untukmu, hahaha.
      Lif, kau pemuda beruntung. Refi adalah calon adik ipar fiktif yang manis, baik wajah maupun perilakunya.  Dia adalah hadiah terindah di hidupmu. Bila kalian nanti menikah      oh tidak, kalian harus menikah      dan kemudian punya anak, anak-anak kalian pasti tidur dengan nyenyak karena mendengar suara merdu ibunya menyanyikan lagu nina bobo. Oya, sudahkah kau berterima kasih kepada orang tuanya karena berkat keduanya dia hadir di dunia? Kalau belum segeralah! Dan jangan sekali-kali kau buat dia kecewa. Bila itu terjadi, aku Si Pewaris Tahta Sultan Arya Wibisana adalah orang yang pertama dan yang paling marah padamu. Kalau kautanya, apa urusanku marah kalau kaubuat dia kecewa? Pasti kujawab, apa alasanmu membuatnya kecewa? Kau pasti tidak punya! Dalam hubungan kalian berdua sepanjang pengelihatanku kau adalah pihak yang kalah karena dia adalah wanita pengalah. Sifat pengalahnya membuatmu tidak akan punya satupun alasan untuk membuatnya kecewa. Jaga dia! Jauhkan jiwa-raganya dari luka! Oya, lif, kauingat aku pernah bilang kalau menikah bukan untuk menghalkan dan melegalkan sex belaka? Tetapi menikah adalah menyatukan sepasang manusia untuk berkawan samapai mati. Dan cinta sejati baru terbukti bila seseorang kehilangan setengah nafasnya saat pasangannya mati. Nah, aku yakin Refi menyimpan air mata kehilangan paling bening untuk ditumpahkan di hari kematianmu. Dan kaupun sama     kita tidak akan tahu siapa yang akan ke sana duluan, hehehe. Itu makanya sering kubilang, kau harus nikahi dia. Dan aku juga yakin, dia pasti mau diajak menikah bagaimanpun keadaanmu waktu mengajaknya nanti.
      Lif, sebelum kuahiri aku ada permintaan     hahaha, kuharap kau memilih membaca naskah ini sampai habis.  Kauingat korek api gas merek TOKAI yang kuberi sebagai hadiah memperingati hari lahirmu? Bersediakah kau menyimpannya sampai waktu membawamu di bibir gerbang kematian? Sehingga waktu kaumelihatnya di saat-saat mendekati ajal kau masih bisa tertawa. Karena korek itu akan membawamu ke masa-masa kita sekarang yang kelak menjadi kenangan. Sejujurnya lif, aku takut sekali dilupakan oleh orang yang kuanggap kawan      apalagi kita lebih dari sekedar kawan, kita saudara fiktif, hahaha. Makanya aku suka memberi tanda kepada orang-orang yang pantas mengingatku. Dan pada kasusmu tandanya adalah korek api itu. Walau cuma korek dan caraku memberinya biasa-biasa saja, kupaksa kau untuk bersedia! Hahaha.
      Terakhir! Never Grow Up and Stay Anarchy!!! Viva La Anarchy!
   

Jumat, 29 Mei 2015

Merdekaku Berbeda

      Aku seorang bedebah. Kalau manusia sebenarnya juga barang, aku pasti kaukira sampah. Tak ada yang istimewa pada diriku tetapi ada sedikit perbedaan di antara kita. Kalian adalah gundik bagi siklus yang bernama sejarah, aku bukan. Kalian hidup dalam segala kepalsuan, aku yakin, aku lihat dan aku bukan. Kalau kalian menyangkal apa yang kubilang kepalsuan dengan mengatakan itu sebagai sebuah sikap bertanggungjawab, aku kasihan. Kalian bilang manusia harus bisa berlaku etis, kalau boleh dan kalau bisa aku ingin jadi binatang.
      Aku adalah manusia yang tidak ingin tunduk kepada satu pun tuan bahkan kepada kehidupan ini. Aku hanyalah orang yang ingin mencoba merdeka secara utuh. Bukan merdeka yang pura-pura seperti hidup kalian yang keruh oleh warna-warni. Jenis kehidupan yang terlalu banyak didandani, sehingga menciptakan estetika yang terpaksa. Hidup merdeka yang ingin kucapai adalah sebuah seni takterbeli yang dapat membuat kilau berlian paling besar di dunia menjadi murahan bila berada didekatnya.
      Aku adalah orang yang ingin merdeka bahkan dari bayangangannya sendiri. Dan kupikir hanya dengan tinggal di salah satu dari dua tempat, aku bisa mewujudkan keinginan itu. Kalau bukan, ruang yang sama sekali terang karena disinari dari segala penjuru. Kalau tidak, ruang yang tidak bisa dimasuki oleh siapapun, apapun, seberkas cahaya sekalipun. Ya, kurasa hanya kedua tempat itu yang mampu membunuh semua bayang-bayang.